Untuk ketiga kalinya saya merayakan Hari Raya Idul Fitri di luar dari tanah kelahiran saya (Jawa). Yup, sebelumnya saya selalu merayakan hari raya lebaran bersama keluarga besar saya di Jawa Tengah. Karena beberapa hal dan pertimbangan, maka pada tahun ini saya sengaja merayakan hari raya di Merauke (Papua).
Perlu sahabat ketahui bahwa di Merauke itu terdiri dari kumpulan berbagai macam suku, budaya, dan agama yang hidup dalam kerukunan dan toleransi yang sangat tinggi. Banyak yang mengatakan bahwa Merauke adalah Indonesia Mini karena hampir seluruh suku di Indonesia bisa sahabat temukan di sini.
Kalau biasanya di Jawa ramai acara silaturahmi antar keluarga, tetangga, dan kerabat paling ramai dilakukan pada hari raya dan H+1 (Hari pertama setelah lebaran), maka kalau di Merauke sahabat akan menjumpai silaturahmi yang sangat ramai berlangsung pada hari raya sampai H+4 (Hari ke empat setelah lebaran) bahkan H+5.
Tradisi ramainya lebaran di Merauke sebenarnya sudah lama saya dengar sejak saya berada di sini, akan tetapi saya baru bisa membuktikannya setelah lebaran disini. Sebagai gambaran, lebaran pertama dan H+1 paling ramai terjadi di Kota Merauke, sedangkan H+2 sampai dengan H+4 paling ramai terjadi di lokasi transmigran seperti Distrik Semangga, Distrik Kurik, Distrik Kuprik dan lokasi transmigran lainnya.
Hari pertama dan hari kedua (H+1) saya dan suami lebaran di Kota (kebetulan saya tinggal di kota). Karena masih muda, saya dan suami lebih banyak mendatangi untuk silaturahmi ke teman dan kerabat yang sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Seperti yang sudah saya sampaikan tadi, bahwa pada hari lebaran pertama banyak warga dari lokasi (transmigran) yang datang ke kota untuk silaturahmi sehingga kota Merauke dari pagi hingga malam hari sangat ramai bila dibandingkan dengan hari-hari biasa. Kondisi tersebut juga akan sahabat jumpai apabila pada Hari ke 3 (H+2) sampai hari ke 5 sahabat datang ke lokasi (transmigran).
Kondisi yang sangat berbeda saya temui di Merauke dibandingkan dengan kondisi di Jawa ketika lebaran. Hampir semua rumah yang saya datangi menyediakan menu makan besar seperti gulai, bakso, opor ayam dan lain sebagainya. Sehingga bila berkunjung ke saudara dan kerabat, maka harus pintar-pintar mengatur makannya biar muat perutnya hehehe...
Di Kota Merauke, penduduk muslimnya mungkin kurang lebih hanya sekitar 50% saja. Meski demikian, masyarakat non muslim juga tetap akan berkunjung ke warga yang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Yang unik adalah ketika banyak anak kecil yang berkelompok kemudian mendatangi rumah-rumah yang merayakan hari raya tersebut suntuk berjabat tangan.
Biasanya saya menyediakan bingkisan kecil yang berisi minuman dan sejumlah makanan yang saya bungkus dalam plastik untuk diberikan kepada anak-anak kecil yang memang sengaja datang kerumah. Karena banyak yang dikunjungi, tidak sedikit dari anak-anak tersebut yang membawa tas untuk menampung makanan atau minuman yang mereka dapatkan ketika datang ke rumah-rumah. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar